Ketika Tikus Dingabenkan
Ngaben, atau upacara penyucian atma (roh) fase pertama yang merupakan kewajiban suci umat Hindu Bali terhadap leluhurnya lewat prosesi pembakaran jenazah, ternyata tidak hanya dilakukan pada manusia. Ngaben juga bisa dilakukan terhadap hewan. Di Desa Cemagu Mengwi, Badung, Bali, belum lama ini digelar Ngaben untuk ratusan hewan pengerat, tikus. Tujuannya satu, agar hewan hama itu tidak lagi mengganggu sawah penduduk. Ada perbedaan mencolok antara Ngaben untuk manusia dan hewan. Ngaben manusia bertujuan agar rohnya bereinkarnasi, tapi tidak demikian untuk Ngaben tikus. Harapannya justru agar roh tikus itu tidak kembali lagi.
Upacara Ngaben tikus disebut "Mirateka Marana Tikus". Ketua Forum Pekaseh Klian Subak Abian Se-Badung I Nyoman Renda menjelaskan ritual yang memakan biaya hingga Rp400 juta ini memang sengaja digelar untuk membasmi hama. "Selain untuk mengusir hama tikus, Ngaben ini kita percaya bahwa makluk hidup pun harus dikembalikan ke alamnya walaupun manusia sendiri yang mematikannya," ujarnya.
'Ritual Mirateka Marana Tikus' sebenarnya sudah ada sejak berabad-abad lalu ketika Bali masih mengalami zaman kerajaan. Pada saat itu raja beserta rakyatnya bersatu padu menggelar Ngaben tikus. Saat ini di sejumlah daerah lumbung beras, seperti Tabanan dan Badung, upacara tetap dilestarikan. Hanya saja pelaksanaannya dilakukan 10 tahun sekali. “Tahun ini merupakan ketiga kalinya,” ujar Nyoman Renda.
Ratusan bangkai tikus yang akan diaben telah ditangkap sebelumnya oleh para petani dengan cara diberi perangkap maupun racun. Selain tikus, sejumlah hama yang dianggap dapat mengganggu ladang petani juga diikutkan dalam prosesi Ngaben seperti wereng, keong sawah, yuyu (kepiting sawah), serta ular.
Sebelum memulai ritual, ratusan warga mengawali dengan bersembahyang bersama dengan harapan segala hama tidak akan mengganggu ladang mereka lagi. Usai persembahyangan, warga yang mengenakan pakaian adat serba putih itu mulai mengusung berbagai jenis persembahan hasil pertanian seperti padi, jagung serta hewan ternak bebek, ayam dan satu kepala kerbau.
Hampir serupa dengan upacara Ngaben manusia, ritual ini juga menggunakan Bade yang dipakai untuk mengusung bangkai tikus, juga patung lembu hitam berukuran sedang yang akan dibakar bersama bangkai tikus. “Jika Ngaben manusia, rohnya diharapkan bereinkarnasi, tapi dalam upacara Mirateka Marana Tikus kita berharap tidak kembali lagi rohnya,” ujar Renda.
Dengan iringan gamelan Bali atau ‘Bleganjur’ bangkai tikus beserta hama lainnya mulai dimasukkan kedalam peti yang terbungkus kain putih. Kemudian bangkai tikus itupun dibakar. Yang membakar pertama biasanya dianggap orang suci. Dalam ritual Selasa lalu, yang membakar pertama kali adalah Bupati Badung Anak Agung Gde Agung, dan Ida Pedanda atau orang suci Hindu. Pedanda inilah yang selanjutnya bertugas membuang abu ke laut.